Sumber : https://onlineidealab.com/trending-buzzwords-by-2020-on-cloud-computing-trajectory/
Ada teman tanya mengenai hal ini. Saya jawabanya pusing karena terlalu banyak buzzowrd saat ini. Akhirnya saya coba tulis disini karena jawabnya harus panjang supaya gak salah paham 😀
Untuk aplikasi yang tidak kompleks, NoOps bisa menjadi pilihan karena tidak perlu tenaga dedicated untuk mengurus infrastruktur. App Engine menawarkan solusi kita hanya tinggal upload code, app engine akan mengurus auto scaling, logging, monitoring, versioning, environment, dan lainnya. Dan juga di dalam app engine sudah dipaekt dengan storage, cached (memcached) yang terdapat free tiernya juga.
Terdapat 2 pilihan app engine, pertama standard yang kita hanya tinggal uplaod code. Scalingnya lebih cepat dan murah dengan menggunakan bahasa yang sudah di support google. Kedua flex yang memberikan kebebasan lebih (bisa samapai kita ssh ke VM nya), menggunakan runtime docker (kita memberi dockerfile kita), cocok untuk aplikasi yang tidak disupport di standard.
Horizontal pod autoscale, menambah instance pod (Scale out).
Sedangkan Vertical pod autoscale memperbesar spesifiaksi pod
(cpu/memory) (Scale up). Kedua pod scaling ini juga bisa digabung. Untuk
menentukan apakah mau scale up atau scale down, metrik defaultnya
adalah utilisasi CPU, namun bisa juga memakai metrik lain (namun tidak
resmi disupport).
Ketika pod di scale, pod akan di recreate, mencari node yang ada sisa
tempat untuk diletakan pod nya. Namun bagaimana jika semua node penuh?
solusinya adalah menggunakan cluster/node autoscale (Dengan menambah
node baru).
Kalau yang sudah terbiasa dengan hadoop mungkin tidak mengalami
masalah tersebut, atau jika membaca dokumentasi di aws dengan lengkap
pasti akan tau tanpa sulit mencari di google.